cahaya kecil.
Setelah berbincang banyak dengan Rachel, Aluna terlihat mulai terbuka dengan gadis itu.
“eh guys, gua mau beli minum disana. haus nih gua. mau nitip ga?” tanya Daren sambil beranjak dari tempat duduknya.
Aluna menatap ke arah kakaknya, “bang, traktir ice cream dong. kak rachel mau juga kan?”
Rachel hanya tersenyum.
Daren berdecak sebal. “anjir lah, ice cream mulu pikiran lu! yaudah, tunggu ya.”
“yes! thank you abang.” ucap Aluna sambil tersenyum lebar. Kemudian, lelaki itu berjalan meninggalkan mereka berdua.
Rachel menatap wajah gadis cantik yg duduk di sampingnya. Sebenarnya Aluna terlihat baik-baik saja. Dia gadis yg ceria, penyayang, dan perhatian.
Akan tetapi, mungkin luka karena kehilangan mamanya yg perlahan mulai merubah kepribadiannya.
“kalian akur bgt ya. jarang-jarang loh ada adik cewe sama kakak cowo yg deket gitu.” ucap Rachel.
Aluna tertawa kecil. Dia mengayunkan kedua kakinya. “keliatannya doang itu mah, kak. aslinya aku sm dia berantem mulu.”
“but you guys look care each other kok. meskipun–” ucapan Rachel terputus.
“meskipun gengsi.” sambung Aluna.
“mungkin dari kecil emang deket karna orang tua kita sama-sama sibuk. temen main aku ya cuman bang Daren, begitupun sebaliknya. makanya deket sampe sekarang deh.”
Rachel mengangguk pelan. “berarti orang tua kalian itu jarang di rumah ya?”
“iya kak. kadang juga keluar kota.” jawabnya. “tapi–”
“ah gapapa deh. kok malah jadi curhat.” ucap Aluna.
“eh gapapa tau. lanjutin aja, aku mau dengerin.” ucap Rachel sambil mengubah posisi duduknya condong ke gadis itu.
Aluna tersenyum. “mama aku baru aja meninggal, kak.”
Rachel terdiam. Dia mengelus pundak Aluna.
Sementara itu, air mata gadis itu mulai turun perlahan. “mama meninggal karna kecelakaan pesawat waktu mau pulang kesini.”
“aku gatau, kak. rasanya tuh kayak–”
“duniaku hancur.” ucap Aluna sambil menangis.
Rachel mendekap erat tubuh gadis itu. Diusapnya punggung Aluna supaya dia bisa lebih tenang.
“it’s okay. gapapa, lun. gapapa.”
Setelah membiarkan Aluna menangis sepuasnya, Rachel pun melepaskan dekapannya. Dia membantu menghapus air mata gadis itu.
“aduh kak, maaf bgt jadi acara tangisan begini.” ucap Aluna sambil buru-buru mengusap air matanya.
“gapapa kok. aku ngerti perasaan kamu, ini pasti berat bgt buat kamu sama daren.” ucapnya.
“kehilangan orang yg kita sayang itu rasanya sakit sekali.” Aluna mengangguk setuju.
“tapi kamu dan abangmu punya kedekatan yg hangat. aku pengen juga deh kayak gitu.”
“emangnya kamu punya saudara berapa, kak?” tanya Aluna. Rachel menghela nafas lalu tersenyum tipis.
“aku punya satu kakak perempuan dan satu adik laki-laki.”
Mata Aluna melebar. Gadis itu tersenyum. “oh ya? seru ga punya kakak cewe? pasti deh kayaknya.”
Pandangan Aluna beralih ke atas langit. “kita bisa curhat tentang cowo, bisa ngobrolin tentang makeup and fashion, bisa shopping bareng. duh, aku nyebayanginnya aja udah seru bgt.”
“iya seru banget emang, lun. tapi sayangnya waktu aku sama mereka udah gaada lagi.”
Aluna langsung mengalihkan pandangannya ke wajah Rachel. Gadis itu mengerutkan keningnya.
Dengan suara yg pelan, Rachel berkata, “mereka udah… meninggal.”
Aluna terdiam mendengar ucapannya barusan. Belum sempat mencerna apa yg dikatakan oleh gadis itu. Dia kembali melanjutkan kalimatnya.
“mereka dibunuh sm ayah aku sendiri waktu dia mabuk. aku gatau apa masih pantes aku memanggil dia dengan sebutan itu.” ucap Rachel dengan suara yg bergemetar.
Aluna mengelus-elus punggung gadis itu.
“sejak kejadian itu, ayah mungkin ngerasa bersalah terus bundir di dalam penjara. sedangkan ibuku mengalami depresi berat sampai harus dirawat di rumah sakit jiwa.”
“karna latar belakang itu yg membuat aku sekarang berhasil menjadi psikolog. sambil kerja, aku juga harus ngerawat ibuku.” ucap Rachel.
Air mata Aluna jatuh membasahi pipinya. Dia bisa merasakan betapa sakitnya perasaan Rachel melewati semua ini.
“kak…”
Aluna memeluknya. “kamu hebat bgt! aku terharu ngedenger cerita hidup km.”
Rachel tidak terlalu menangis kali ini. Dia sudah bisa berdamai dengan hidupnya. Apalagi, sekarang dia adalah seorang psikolog. Dia harus pintar mengelola emosi dan membuat dirinya nyaman.
“makasih ya, aluna. aku juga gabisa ngelewatin semua ini kalo bukan berkat Tuhan dan support dari orang-orang di sekitarku.”
“Beberapa hal mungkin emang butuh waktu untuk penyembuhannya.”
Aluna terdiam.
Rachel benar. Beberapa hal mungkin tidak perlu kita paksakan untuk sembuh di waktu yang cepat. Tetapi di waktu yang tepat.
Kemudian Rachel memegang kedua pundak Aluna. Dia menatap gadis itu dengan serius.
“aluna, aku yakin kamu juga pasti bisa ngelewatin ini semua. semuanya hanya butuh proses dan waktu aja.”
“buktinya nih aku masih bertahan. ya walaupun harus nangis dulu hahaha.”
“tapi tapi–”
“–kalo kamu butuh orang buat dengerin semua cerita kamu, kamu bisa cari aku aja, oke?”
Aluna ikut tertawa. Mereka kembali berpelukan.
“aduh aduh, gua ngelewatin apa nih kok udah pada pelukan aja.” ucap Daren yg menghampiri mereka.
“lagian abang beli minumnya dimana sih? di ujung Afrika? lama bgt.” protes Aluna.
“deket aja tapi tadi rame bgt antrinya anjir. karna rame makanya gua tunggu sepi dulu.”
“knp ga cari di warung yg lain aja sih, ren?” tanya Rachel.
“mager hehehe.”
“nih, as you wish tuan putri. satu ice cream GRATIS.” ucapnya sambil menekankan kata gratisnya.
Sudut bibir Aluna terangkat sempurna. Matanya berbinar ketika menerima sebungkus ice cream dari kakaknya.
“YEAY! thank you abang, love you!” ucapnya. “iya sama-sama.”
Rachel hanya diam menatap mereka.
“buat lo, cel.” ucap Daren sambil menyodorkan sebungkus ice cream rasa vanilla.
“ciee ciee. jadian aja udah, aku restuin kok.” ucap Aluna sambil tersenyum jahil.
“sstt dek! apaan sih kamu!” tegur Daren.
“kalo diliat-liat kalian ini cocok loh, sayang bgt kalo ga jadian.” ledeknya.
“shaluna kinandita!” teriak Daren sambil menatap tajamke arahnya.
Sedangkan Aluna tertawa puas lalu berlari untuk menghindar dari serangan kakaknya.