perayaan kesedihan yg panjang

ruangmimpi
4 min readJan 23, 2024

--

“abis ini kita mau kemana, na?” tanya Aluna. Anna yg sedang membereskan barangnya pun berhenti sejenak.

“hmm… makan kali ya? lo mau makan apa?” jawab Anna. Aluna menatap ke arah gadis itu, dia tersenyum lalu mengangkat kedua bahunya.

“oh, gue tau. di sekitar sini ada warung pecel lele yg enak. mau kesana ga?”

“dimana? jauh ga?” Anna menggeleng. “di seberang jalan ini aja kok. jalan kaki juga nyampe.”

“yaudah boleh deh.”

Kemudian, mereka berdua berjalan menuju ke tempat penyebrangan jalan. Disana sudah ada tanda khusus untuk para pejalan kaki. Jika tandanya hijau, motor dan mobil harus berhenti. Dan sebaliknya, jika tandanya merah berarti pejalan kaki harus menunggu.

“lun, gue coba cari infonya dulu ya di maps buka atau ngga ni warungnya.” ucap Anna sambil mengeluarkan ponselnya dari dalam tas. Aluna hanya mengangguk.

Sambil menunggu, Aluna melihat ke jalan sekitar. Hari ini disana nampak ramai. Banyak motor dan mobil yg berlalu-lalang.

Pandangan gadis itu terhenti di seberang jalan. Dia melihat seorang wanita yg memakai dress berwarna putih. Wajahnya seperti familiar. Wanita itu tersenyum ke arahnya sambil melambaikan tangan.

“mama?” ucapnya.

Sudut bibir Aluna terangkat sempurna, matanya berbinar menatap ke arah wanita tersebut.

Tanpa sadar gadis itu berjalan menyebrangi jalan dengan keadaan rambu belum berubah. Otomatis masih banyak motor dan mobil yg melintas.

Aluna sama sekali tidak menoleh ke kanan kiri, dia hanya fokus menatap ke arah wanita yg dia kira mamanya itu.

“loh? lun?” Anna menoleh ke samping. Dia melihat ke arah kanan dan kiri, tidak ada ditemukan temannya itu.

Pada saat melihat ke depan, Anna terkejut. “LUNAA!!” teriaknya.

Dia langsung berjalan menyusul temannya itu. Namun, tangannya ditarik oleh seorang lelaki. “jangan!”

Anna menoleh. “kak leo?”

“lo diem disini aja. bahaya.” ucap Leo. Kemudian lelaki itu langsung berjalan pelan menyusul Aluna yg berada di tengah jalan.

Tatapan gadis itu kosong. Dia berjalan tanpa kendali. Tiba-tiba ada sebuah mobil yg berada persis di samping Aluna. Mobil tersebut beberapa kali membunyikan klakson.

Melihat hal itu, Leo langsung menarik tangan Aluna menghindar ke arah lain. Untungnya mobil itu bisa berhenti.

“EH! GIMANA SIH LO NYEBRANGNYA? PUNYA MATA GAK?!” teriak seseorang dari dalam mobil.

Leo langsung meminta maaf dan membawa Aluna ke seberang jalan. Bisa ditebak disana langsung ramai orang-orang yg membicarakan mereka.

Saat sudah sampai di seberang, Aluna berjalan ke kanan dan kiri mencari sosok mamanya. “mah! mamah!”

“eh kak leo, km liat mama aku disini gak?” tanya Aluna. Leo terdiam sejenak. Dia menatap gadis itu dengan tatapan sendu.

Mungkin Aluna masih belum bisa menerima kenyataan bahwa Mamanya telah tiada. Makanya dia menjadi berhalusinasi seperti ini.

“lun, kita pulang aja yuk. aku anterin.” ajaknya.

“tapi kak, mama aku–”

“iya, kita pulang dulu ya.” ucap Leo sambil menggandeng tangan gadis itu. Aluna pun hanya bisa pasrah mengikuti langkah kaki Leo.

Sesampainya di rumah Aluna, gadis itu langsung pamit untuk beristirahat ke kamarnya. Leo setuju. Akan tetapi, dia ingin bertemu dengan Daren terlebih dahulu.

“eh leo, apa kabar lo? kalian abis ngedate ya? cie cie.”

Leo hanya tersenyum tipis. Wajahnya berubah menjadi serius.

“ada yg mau gua omongin ke lo, ren.”

“waduh, serius bgt nih kyknya. kenapa kenapa?”

“tadi gua ga sengaja ketemu Aluna di jalan. dia lagi hangout sama temennya si Anna kayaknya.”

“iya, terus?”

Kemudian Leo menceritakan kejadian yg terjadi di jalan raya tadi. Raut wajah Daren berubah menjadi sedih.

“gua gatau, le. di rumah juga dia kebanyakan di dalem kamar terus, kayak ngurung diri gitu. diajak makan juga males, apalagi mau pergi jalan keluar.” ucap Daren.

Daren menundukkan kepalanya. Leo menepuk-nepuk pundak lelaki itu. “gua tau ini berat buat lo, ren. kehilangan orang yg kita sayang emang rasanya bener-bener sakit.”

“tapi kayaknya lebih berat buat adek gua…” ucap Daren.

Leo tertegun dengan perkataan lelaki itu. Dia menghela nafas sejenak.

“ren.”

“hm?”

“gua saranin mending lo coba bawa Aluna ke psikolog deh. siapa tau dia bisa mengungkapkan perasaannya.”

Daren menoleh. Dia menatap tajam ke arah lelaki itu.

“MAKSUD LO APA?”

“LO NGANGGEP ADEK GUA GILA?” ucap Daren dengan nada tinggi.

Leo terkejut. Emosi Daren tiba-tiba meledak. Dia lihat Daren sedang mengepalkan kedua tangannya. Nafasnya memburu.

“bro, kalem bro. gua ga bermaksud apa-apa. lagian juga orang yg ke psikolog ga harus orang yg gila.”

“gua ada temen psikolog kalo lo mau. umurnya ga beda jauh sama Aluna, siapa tau dia bisa lebih leluasa cerita sm temen gua ini.” lanjut Leo.

Daren menghela nafas panjang. Dia memejamkan kedua matanya, berusaha untuk mengendalikan emosinya.

“dia pasti ga bakal mau, le.” ucap Daren.

“ya dicoba dulu, bang. lu jangan ngajak ketemu di rumah sakit tapi di tempat yg santai kayak cafe, taman, dll.”

Daren terdiam. Ide milik Leo tak seburuk itu, siapa tau setelah ini adiknya bisa lebih memvalidasi perasaannya. Lagipula, dia akan ditangani oleh orang yg lebih ahli.

“ini demi kebaikannya Aluna, bro.” ucap Leo meyakinkan.

“lu yakin?” tanya Daren. Leo tersenyum. “gua juga gamau kali adek lo kenapa-napa.”

Daren menaikkan salah satu alisnya ke atas. Dia tersenyum miring.

“apaan ajg? knp lu ngeliatinnya begitu?”

“lu naksir ya sm adek gua?” tanyanya.

“udah. gua balik ya. lo bisa pikirin baik-baik dulu. kalo lo, mau chat gua aja, oke?” ucap Leo sambil beranjak dari tempat duduknya. Lelaki itu langsung berjalan cepat menuju ke luar pagar.

Daren yg melihat itu hanya bisa tertawa sambil menggelengkan kepalanya.

--

--

ruangmimpi
ruangmimpi

No responses yet